Makalah Kepemimpinan
KEPEMIMPINAN JOKO
WIDODO
CERMINAN KARAKTER
PEMIMPIN
MASA KINI DAN MASA
YANG AKAN DATANG
KATA PENGANTAR
Segala puji
bagi Tuhan atas rahmat dan penyertaan-NYA, sehingga Saya dapat menyelesaikan makalah
tentang Kepemimpinan Joko Widodo Cerminan
Karakter Pemimpin Masa Kini Dan Masa Yang Akan Datang, untuk memenuhi
syarat pada mata kuliah Pengantar Manajemen. Tersusunnya makalah ini berkat
usaha saya, Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini,
oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritiknya agar demi kesempurnaan
makalah yang saya buat selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi saya
pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Jakarta,
Juni 2014
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang................................................................................................................................. 1
2.
Tujuan
Penulisan.............................................................................................................................. 2
3.
Rumusan
Masalah............................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Kepemimpinan............................................................................................................... 3
2.
Gaya
Kepemimpinan....................................................................................................................... 3
3.
Kepemimpinan
Yang Melayani....................................................................................................... 7
4.
Kepemimpinan
Joko Widodo.......................................................................................................... 8
BAB III PENUTUP
1.
Kesimpulan.................................................................................................................................... 10
2.
Saran.............................................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................... x
BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Berbicara
tentang pemimpin dan kepemimpinan masa depan erat kaitannya dengan kualitas
sumber daya manusia yang dimiliki oleh bangsa ini. Bangsa ini masih membutuhkan
pemimpin yang kuat di berbagai sektor kehidupan masyarakat, pemimpin yang
berwawasan kebangsaaan dalam menghadapi permasalahan bangsa yang demikian
kompleks. Ini selaras dengan kerangka ideal normatif sistem kepemimpinan
nasional sebagai sebuah sistem dalam arti statik maupun arti dinamik. Dalam
arti sistem yang bersifat statik, sistem kepemimpinan nasional adalah
keseluruhan komponen bangsa secara hierarkial (state leadership, political and
entrepreneural leadership and societal leadership) maupun pada tatanan komponen
bangsa secara horizontal dalam bidang ekonomi, politik, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan. Sementara itu, dalam sistem yang bersifat dinamik, sistem
kepemimpinan nasional adalah keseluruhan aktivitas kepemimpinan yang berporos
dari dan komponen proses transformasi (interaksi moral, etika dan gaya
kepemimpinan) dan akhirnya keluar dalam bentuk orientasi kepemimpinan yang
berdimensi aman, damai, adil dan sejahtera.
Saat
ini, kita butuh pemimpin yang berorientasi kepada kepentingan, kemajuan, dan
kejayaan bangsa dan negara, bukan kepada kepentingan pribadi/kelompok, bukan
untuk melanggengkan kekuasaan kelompok, dan bukan pula kepemimpinan yang
membiarkan hidupnya budaya anarkhisme, budaya kekerasan, dan budaya korupsi,
kolusi dan nepotisme. Kita butuh, pemimpin berwawasan kebangsaan, pemimpin
Pancasilais, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UUD Negara RI
Tahun 1945, serta memahami karakter dan kultur bangsa Indonesia.
Pemimpin
dan kepemimpinan masa depan yang integratif harus memiliki pola pikir, pola
sikap dan pola tindak sebagai negarawan. Makna dari negarawan adalah seorang
pemimpin yang diharapkan mampu mengubah kondisi saat ini melalui proses untuk
menciptakan kondisi yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan nasional dan
mewujudkan cita-cita nasional. Pemimpin akan dapat melaksanakan fungsi
kepemimpinan-nya dengan efektif, apabila ia diterima, dipercaya, didukung serta
dapat diandalkan. Seorang pemimpin harus memiliki reputasi yang baik,
menunjukkan kinerja yang diakui, terutama
dalam mengantisipasi tantangan-tantangan di depan dan keberhasilannya mengatasi
masalah masalah yang kritikal dan membawa kemajuan-kemajuan yang dirasakan
langsung oleh masyarakat. Hal tersebut tergantung pada gaya kepemimpinan yang
dimiliki oleh setiap pemimpin. Gaya kepemimpinan yang tepat akan membawa sebuah
bangsa ke arah yang lebih baik. Maka dari itu, diperlukan pembahasan lebih
lanjut tentang gaya kepemimpinan nasional Indonesia. Hal ini diperlukan sebagai
bahan evaluasi untuk melihat gaya kepemimpinan seperti apa yang sesuai dengan
bangsa Indonesia.
2.
Tujuan
Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan agar pembaca mengenal
lebih dalam tentang kepemimpinan, gaya kepemimpinan, kepemimpinan yang melayani
serta mengenal sosok pemimpin Joko Widodo
3.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
itu Kepemimpinan ?
2.
Bagaimana
Gaya Kepemimpinan ?
3.
Bagaimana
Kepemimpinan Yang Melayani ?
4.
Bagaimana
Kepemimpinan Joko Widodo ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan berarti menciptakan visi untuk organisasi
dan mengkomunikasikan, membimbing, melatih, dan memotivasi orang lain untuk
bekerja secara efektif untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Kepemimpinan
sangat dibutuhkan untuk menjaga agar setiap bawahan terfokus pada tugas yang
tepat pada saat yang tepat bersama dengan pelatihan, pemberian motivasi, dan
tugas – tugas kepemimpinan lainnya. Pemimpin mempunyai fungsi pengarahan dan
pengendalian, dimana melibatkan penetapan standar yang jelas untuk menentukan
apakah sebuah organisasi mengalami kemajuan terhadap tujuan dan sasarannya,
memberikan ganjaran kepada orang yang melakukan pekerjaan baik, dan mengambil
tindakan korektif jika tidak. Ada empat fungsi dari kepemimpinan, antara lain :
a.
Perencanaan
Meliputi;
menetapkan tujuan, mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan, menentukan
sumber daya yang dibutuhkan, menetapkan standar yang saksama.
b.
Mengorganisasi
Meliputi;
pengalokasian sumber daya, menugaskan, dan menetapkan prosedur untuk mencapai
tujuan, menyiapkan struktur yang memperlihatkan garis otoritas dan tanggung
jawab, merekrut, meyeleksi, melatih, dan mengembangkan karyawan, menempatkan
orang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
c.
Memimpin
Meliputi;
membimbing dan memotivasi karyawan untuk bekerja secara efektif untuk mencapai
tujuan dan sasaran, memberikan tugas, menjelaskan rutinitas, menjernihkan
kebijakan, meberikan umpan balik terhadap kinerja.
d.
Mengontrol
Meliputi;
mengukur hasil yang dicapai, memantau kinerja secara relatif terhadap standar,
memberikan ganjaran terhadap kinerja yang menonjol, mengambil tindakan korektif
ketika dibutuhkan.
2.
Gaya Kepemimpinan
Ada tiga gaya kepemimpinan, yaitu :
a.
Kepemimpinan
otokratis ( autocratic leadership )
Gaya
kepemimpinan ini melibatkan pengambilan keputusan manajerial tanpa
berkonsultasi dengan orang lain. Gaya kepemimpinan ini efektif digunakan dalam
keadaan darurat.
b.
Kepemimpinan
partisipatif ( participative leadership )
Gaya
kepemimpinan melibatkan bawahan untuk bekerja sama dan bersama – sama mengambil
keputusan.
c.
Kepemimpinan
free – rein ( free – rein leadership )
Gaya
kepemimpinan ini melibatkan pemimpin yang menetapkan sasaran – sasaran dan
bawahan relatif mempunyai kebebasan untuk melakukan apapun yang diperluhkan
untuk mencapai sasaran – sasaran tersebut.
Untuk
mencapai suatu tujuan yang diharapkan sangat diperluhkan juga koordinasi,
adanya kewenangan serta pendelegasian wewenang dalam pelaksanaan tugas – tugas
. Berikut ini saya akan membahas dalam bagian masing – masing mengenai koordinasi,
wewenang dan pendelegasian wewenang.
2.1 Koordinasi
Kordinasi
didefenisikan sebagai penyatuan tujuan – tujuan dan kegiatan pada tingkat satu
satuan yang terpisah dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Koordinasi mencerminkan adanya keharmonisan dan
keserasian seluruh kegiatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Koordinasi
merupakan usaha untuk menciptakan keadaan yang berupah serasi, selaras, dan
seimbang. Kebutuhan koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi
dalam pelaksanaan tugas dan derajat ketergantungan dari setiap satuan
pelaksanaan. James D Thomson membagi tiga ketergantungan diantara satuan –
satuan orgaisasi, antara lain :
·
Ketergantungan
yang menyatu
Dimana
tiap kegiatan departemen dan fungsional tergantung pada pelaksanaan kerja
setiap tahun.
·
Ketergantungan
yang berurutan
Dimana
pekerjaan dari tiap departemen atau fungsional tergantung dari penyelesaian
pekerjaan dapertemen yang lain sebelum satuan lain dapat bekerja.
·
Ketergantungan
timbal balik
Merupakan
hubungan memberi dan menerima antar satuan organisasi.
Dalam
pelaksanaan tugas, sangat dibutuhkan pedoman kordinasi, seperti ; koordinasi
harus terpusat, koordinasi harus terpadu, koordinasi harus berkesinambungan,
koordinasi harus menggunakan pendekatan multi instansional. Selain pedoman –
pedoman koordinasi, ada tiga teknik pendekatan yang dapat digunakan untuk
mencapai koordinasi yang efektif, yaitu :
·
Teknik
manajemen dasar
Teknik
ini meliputi; aturan dan prosedur, hirarki manajemen, penerapan dan rencana.
·
Teknik
peningkatan koordinasi potensial
Meliputi;
sistem informasi vertikal, menciptakan hubungan lateral atau horisontal.
·
Teknik
pengurangan kebutuhan akan koordinasi
Meliputi;
menciptakan sumber daya – sumber daya tambahan, menciptakan tugas – tugas yang
dapat berdiri sendiri.
2.2 Wewenang
Wewenang
merupakan syaraf yang berfungsi sebagai penggerak dari pada kegiatan –
kegiatan. Wewenang bersifat formal dan informal, wewenang dapat diartikan
sebagai hak untuk memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu agar tujuan dapat tercapai. Chaster
Barnard berpendapat bahwa seseorang bersedia menerima komunikasi yang
bersifat kewenangan bila memenuhi; memahami komunikasi tersebut, tidak
menyimpang dari tujuan organisasi, tidak bertentangan dengan kepentingan
pribadi, mampu secara mental dan fisik untuk mengikutinya. Agar wewenang yang
dimiliki oleh pemimpin dapat ditaati oleh bawahannya maka diperlukan adanya :
1.
Kekuasaan,
yaitu kemampuan untuk melakukan hak dengan cara mempengaruhi individu,
kelompok, dan keputusan. Menurut jenisnya kekuasaan dibagi menjadi dua, antara
lain : kekuasaan posisi yang didapat dari wewenang formal, yang
tergantung pada besarnya pendelegasian orang yang menduduki posisi tersebut,
dan juga kekuasaan pribadi, berasal dari para pengikut yang didasarkan
pada seberapa besar para pengikut mengagumi, respek dan merasa terikat pada
pemimpin. Menurut sumbernya wewenang dibagi menjadi :
·
Kekuasaan
balas jasa
Berupa
uang, suaka, perkembangan karier dan sebagainya yang diberikan untuk
melaksanakan perintah atau persyaratan lainnya.
·
Kekuasaan
paksaan
Berasal
dari apa yang dirasakan seseorang bahwa hukuman akan diterima bila tidak
melakukan perintah ( dipecat, ditegur, dan lain – lain ).
·
Kekuasaan
sah
Berkembang
dari nilai – nilai interen karena seseorang tersebut telah diangkat sebagai
pemimpinnya.
·
Kekuasaan
pengendalian informasi
Berasal
dari pengetahuan yang tidak dimiliki oleh orang lain, yang dilakukan dengan pemberian
atau penahanan informasi yang dibutuhkan.
·
Kekuasaan
panutan
Didasarkan
atas identifikasi orang dengan pimpinan dan menjadikannya sebagai panutan.
·
Kekuasaan
ahli
Berdasarkan
keahlian atau ilmu pengetahuan seseorang dalam bidangnya.
Menurut
David McClelland ada dua sisi wewenang, yaitu sisi positip yang ditandai dengan
perhatian pada pencapaian tujuan bersama atau kelompok. Sisi negatip, memandang
bahwa dengan kekuasaan berarti menguasai orang lain yang lebih lemah.
2.
Tanggung
jawab dan akuntabilitas, keawajiban untuk melakukan sesuatu yang timbul bila
seorang bawahan menerima wewenang dari atasannya dan permintaan tanggung jawab
atas pemenuhan tanggung jawab yang dilimpahkan.
3.
Pengaruh,
dimana seseorang dapat dibujuk oleh orang lain untuk melaksanakan sesuatu
kegiatan sesuai dengan harapan orang yang mempengaruhinya.
2.3 Pendelegasian Wewenang
Pendelegasian
wewenang diartikan sebagai proses pengalihan wewenang dari pimpinan kepada
bawahan yang ditunjuk. Hal – hal yang perluh diperhatikan dalam pendelegasian
wewenang :
·
Menetapkan
dan memberikan tujuan serta kegiatan yang akan dilakukan
·
Melimpahkan
sebagian wewenangnya kepada orang yang ditunjuk
·
Orang
yang ditunjuk mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan
agar tercapainya tujuan
·
Menerima
hasil pertanggung jawaban bawahan atas kegiatan yang dilimpahkan
Alasan
– alasan yang mendasari seoarang pimpinan mendelegasikan tugasnya kepada
bawahan, yaitu :
·
Banyak
tugas pimpinan yang harus diselesaikan
·
Pimpinan
lebih memperhatikan pada tugas – tugas yang perluh penanganan lebih serius dan
penting
·
Pemimpin
tidak harus mempelajari semua permasalahan dan pengetahuan karena adanya
keterbatasan – keterbatasan
·
Pemimpin
mau mendorong dan mengembangkan bawahan yang menerima pelimpahan wewenang
Untuk
pencapaian pendelegasian yang efektif sangat memerluhkan tiga prinsip, antara
lain; prinsip skalar, yang
mengambarkan adanya garis wewenang yang jelas, prinsip keatuan perintah, dan prinsip
tanggung jawab, wewenang dan akuntabilitas.
3.
Kepemimpinan yang melayani
Dewasa
ini manusia sering beranggapan bahwa pemimpin haruslah menjadi orang yang
dihormati dan dilayani oleh para pengikutnya. Tanpa hak-hak spesial seperti
itu, maka seorang dirasakan tidak dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan
baik. Akan tetapi, hal di atas tidak sesuai dengan konsep modern kepemimpinan
yaitu kepemimpinan yang melayani, sebab pemimpin yang melayani adalah seorang
yang menggerakkan dan mentransformasi orang secara khas. Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan,
sering diartikan kepemimpinan adalah jabatan formal, yang menuntut untuk
mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani.
Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa
jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa
dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh – sungguh menerapkan
kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani. Seorang pemimpin bertugas merumuskan
visi komunitasnya, kemudian menciptakan kondisi yang membuat komunitas atau
organisasinya bergerak menuju visi tadi. Sementara ia dan pengikutnya bergerak
mereka mengalami perubahan atau transformasi. Kemampuan untuk menimbulkan gerak
dan transformasi terjadi karena berakar dari kepercayaan, baik yang berasal
dari Pencipta dan manusia lainnya. Teori
tentang kepemimpinan yang melayani mulai muncul sejak tahun 1977 ketika R.K.
Green Leaf menulis buku " Servant Leadership : A Journey Into the Nature
of Legitamate Power and Greatness". Seorang
pemimpin yang melayani hanya dapat melakukan hal itu bila ia menghayati makna
peran sebagai orang yang melayani. Ia melakukan hal itu karena ingin melayani
orang-orang, ia terdorong untuk membuka kesempatan agar orang-orang disekitanya
memiliki kebebasan lebih luas untuk berkembang atau mengalami transformasi.
Dengan bahasa sederhana ia dapat menjadi pemimpin yang melayani bila memiliki
hati yang melayani. Secara
definisi seorang yang melayani adalah seorang pemimpin yang sangat peduli atas
pertumbuhan dan dinamika kehidupan pengikut, dirinya dan komunitasnya, karena
itu ia mendahulukan hal-hal tersebut daripada pencapaian ambisi pribadi
(personal ambitious) dan kesukaannya saja. Impiannya ialah agar orang yang
dilayaninya tadi akan menjadi pemimpin yang melayani juga. Seorang pemimpin yang matang akan
menyadari bahwa pola atau gaya dan paradigmanya memang baik untuk masa dimana
ia melayani, namun di masa depan corak lingkungan kerja, dinamika organisasi
dan komunitasnya akan berbeda sehingga dibutuhkan suatu pendekatan, pola dan
gaya kepemimpinan yang baru. Pemimpin yang berhasil juga memiliki kesadaran
tentang life cycle atau daur hidup komunitas yang dipimpinnya. Ada masa lahir,
masa pertumbuhan, ada masa puncak dan ada masa penurunan serta uzur. Pada
setiap masa dibutuhkan corak kepemimpinan yang berbeda-beda. Kematangan seorang
pemimpin juga akan terlihat dalam kesediaanya menerima fakta bahwa orang yang
dipersiapkannya mungkin akan menentangnya, mengkritik kebijakannya dan mengubah
banyak hal.
4.
Kepemimpinan Joko Widodo
Menurut Almond dan powell, orientasi individu terhadap
sistem politik dapat dilihat dari tiga komponen, yaitu orientasi kognitif, afektif, dan evaluative. Orientasi kognitif
meliputi berbagai pengetahuan dan keyakinan tentang sistem politik. Misalnya, pengetahuan seseorang mengenai
sistem politik, tokoh-tokoh pemerintahan, kebijakan yang mereka ambil,
syimbol-syimbol yang dimiliki oleh sistem politiknya secara keseluruhan
seperti, ibukota Negara, lambang Negara, kepala Negara, batas Negara, mata
uang, dan lain sebagainya. Orientasi
afektif menunjuk pada aspek perasaan atau ikatan emosional seorang individu
terhadap pemimpin atau sistem politik, sehingga seorang dapat menerima atau
menolak sistem politik tertentu atau mengidolakan tokoh tertentu. Sedangkan Orientasi evaluative yaitu
penilaian moral seseorang terhadap sistem politik atau pemimpin yang telah
mereka pilih terhadap kinerja atau janji politik saat berkampanye dengan
menggunakan informasi dan perasaan tentang kinerja suatu sistem politik serta
penilaian didasarkan pada norma-norma yang dianut dan sepakati bersama. Sosok
Joko Widodo sang gubernur DKI Jakarta ini telah mendapatkan dan memiliki ketiga
orientasi tersebut dari warga Jakarta, dengan kata lain telah merebut dan
mempesonakan hati para warga ibu kota.
Jokowi wajar mendapatkan simpati warganya disebabkan Joko Widodo tidak
memiliki jarak dengan rakyat kecil sekalipun.
Hal ini terbukti dengan kunjungan beliau ke daerah kumuh, para warga
miskin bahkan pada malam hari sekalipun, ia suka di lapangan untuk mengawal
pembangunan untuk melihat keadaan dan pembangunan yang sedang dikerjakan dari
pada di kantor . Sifat-sifat seperti ini sangat jarang dimiliki pemimpin di
negeri Indonesia ini. Sosok yang
sederhana, tegas, suka memecat bawahannya bila tidak mau bekerja untuk rakyat,
suka humoris dan metal serta berjiwa melayani
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kata
pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat
dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu
sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki
beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang
digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya,
atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap
teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Rahasia
utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari
kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang
pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk
memperbaiki orang lain. Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang
diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam
diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the
inside out).
2.
Saran
Sangat diperlukan
sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan yang
selalu mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi atau golongan
serta jiwa kepemimpinan yang selalu melayani demi tercapainya tujuan bersama
yang diharapkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Pengantar Bisnis; Edisi 8 Buku 1; Kepemimpinan - Nickels . McHugH . McHugH
Diktat Pengantar Manajemen; Organisasi - Created By : Dr. Harapan Tarigan, SE, MM
Komentar
Posting Komentar